Menikmati matahari pagi, udara segar, kesejukan, indahnya pemandangan mentari yang bergegas menunaikan tugasnya hari ini, kicau burung-burung kecil gembira menyambut pagi. Tiada tara nikmat yang diberikan Sang Pencipta. Tak satupun nikmat yang dapat kita ciptakan sendiri. Bahkan memberi kehidupan pada sebatang rumput pun kita tidak mampu. Manusia dengan segala keterbatasan mengapa tak menundukkan diri pada Sang Maha Kuasa. Tuhan segala jagat raya. Tuhan yang memberi nikmat, bahkan berlimpah-limpah.
Dari mana arah kita datang dan kemana akan kembali, kehidupan bergulir dengan cepat, kehidupan mempengaruhi karakter kita. Jika tak mampu membedakan mana kebutuhan dunia mana kebutuhan akhirat-bekal untuk kembali-kita akan terseret pada kesibukan dunia. Kita lupa untuk mempersiapkan hari yang kekal kelak. Kita lupa bersyukur pada nikmat udara yang tidak sedikit kita hirup, namun rupanya yang sedikit ini terlupa, sehingga kita lupa berterima kasih.
Lebih disesalkan tak jarang orang lupa siapa yang mencipta semua ini. Hingga suatu ketika kita hanya melihat penguasalah yang mencipta semua ini, hingga kita tunduk hanya kepada penguasa.
Bekerja, prihal yang utama dalam memenuhi kebutuhan hidup dimasa sulit seperti sekarang ini. Malangnya, kehidupan religi kita sampingkan dan menunda pelaksanaannya. Rasanya seperti lupa kita ini milik siapa. Bekerja seolah-olah ingin hidup selamanya, Berdoa seolah-olah ingin mati besok. Pernyataan yang terbit dari hadis Rasul ini memberi keseimbangan untuk berpikir bahwa hidup dilatar belakangi oleh dua hal yang berbeda. Dunia dan Akhirat. Keduanya penting bahkan sangat penting, walau berbeda namun keduanya selalu berdampingan.
Pada kenyataannya hidup lebih memilih dunia seperti rumah abadi, tempat tinggal selamanya, seperti tak ingin pulang ke kampung halaman. Berlomba-lomba meninggikan semuanya. Mulai dari meninggikan rumah, bangunan, meninggikan pagar rumah dari tetangga lain, meninggikan ilmu dunia tanpa dibarengi minat meninggikan ilmu agama, meninggikan diri, meninggikan hati dan yang paling memperihatinkan meninggikan rok mini.
Sebelum kita beranjak dari pagi yang indah ini, marilah kita introspeksi diri. Apa jadinya, jika Tuhan berniat menghentikan pasokan udara (Oksigen) barang lima menit saja. Apakah yang akan terjadi? Sungguh kita akan menyesal sekali betapa tidak aku menjadi orang yang mensyukuri nikmat udara. Betapa aku ini tidak berterima kasih kepada Tuhan.
Bagaimana berterima kasih kepada-Nya? Kita dapat saling memberi, saling peduli, saling berbagi demi kesejahteraan umat. Kita perlu mengaplikasikan rasa berterima kasih dengan bersedekah, kemudian menjaga kelestariannya dan sebagainya.
Bersyukur dapat kita jadikan acuan apakah telah benar-benar mencintai agama ini, mencintai sesama, bahkan mencintai diri sendiri. Pribadi yang bersyukur tentulah ia pribadi yang membangun diri sendiri dan orang lain. Pribadi yang bersyukur adalah pribadi yang beruntung.