Open My Head

Minggu, 10 Juli 2011

Yuk Bunuh Diri, Tapi Bunuhlah Sifat Buruk Dalam Diri

Tren bunuh diri yang marak mari kita jadikan contoh. Tapi maksudnya bukan contoh yang buruk. Seperti mengikuti langkah-langkah sesat itu. Tren ini dapat kita ambil positifnya yaitu membunuh sifat buruk dalam diri. Jika pelaku bunuh diri menganggap ini solusi, sebaliknya kita mengambil solusi dengan menjauhi perilaku tidak lazim ini. 
Ketika perasaan tidak nyaman, dibebani masalah yang sebenarnya juga bukan masalah tersebut yang menjadikannya besar. Hanya perasaan tidak dapat menerima kenyataan yang mempengaruhnya hingga munculah masalah lainnya, seperti kesehatan, tindakan menyimpang, dan sebagainya. Sebenarnya Azab Tuhan telah diturunkan kepada seseorang.
Solusi tepat mengatasinya dengan mengembalikan permasalahan tersebut kepada-Nya. Sebab dari sanalah semua berawal dan berakhir. Bagaimana mengembalikannya, salah satu dengan berinfak. Tidak mesti uang, tenaga dan pikiran juga termasuk infak. Awam, orang mencari penyelesaian masalah dengan meminum minuman keras untuk menghilangkan pikiran keruh di klub malam. Sementara orang 'kecil' pelariannya ke warung-warung remang-remang. 
Padahal Tuhan mememberi solusi tepat dari perilaku buruk manusia. Allah melimpahkan azab berupa ketidak nyamanan dan kesulitan ekonomi agar kita kembali menginstrospeksi diri. Meninggalkan perilaku zalim, keji dan mungkar. Mengobati penyakit hati yang dilandasi perbuatan maksiat. Maksiat dari perilaku bergosip, bergunjing, prasangka dan fitnah. Mencari-cari kesalahan orang lain, marah, tidak bersyukur, memotong antrian dan sebagainya. 
Ini kita anggap dosa kecil yang tidak akan terhitung padahal inilah yang menghambat rahmat Tuhan dikucurkan. Malas sifat orang tidak bersyukur. Riya sifat orang munafik, tidak amanah dan banyak lagi adalah penyakit hati yang menyumbat masuknya kebaikan. 
Perilaku inilah yang harus kita hentikan. Sifat buruk inilah yang harus dibunuh. Bukan dengan mengakhiri hidup, tetapi membunuh dengan akhlakul karimah. Habisi sifat buruk dengan zikir. Sebab zikir adalah obat hati. Bunuhlah sifat gunjing, marah, mencela, mengkritik, perdebatan, bahkan perkelahian. Kemudian tumbuhkan dengan sifat memaafkan, rendah hati yang menjadi senjata orang mukmin, berinfak, zikir dan banyak sifat positif yang dimiliki diri lainnya.

Tren Bunuh Diri Bukan Solusi

Miris sekali melihat fenomena hidup. Seorang pria lajang nekat mengakhiri hidupnya sendiri dengan menggantungkan lehernya pada seutas tali yang menyangkut di pohon besar. Ironisnya perbuatan tak wajar ini dilakukan di tengah ramainya lalu lintas berlalu lalang. Tak dapat mencegah, masyarakat hanya menyaksikan penurunan jenajahnya. 
Peristiwa ini hanya satu dari ribuan peristiwa bunuh diri lainnya. Tersebar cerita miris lainnya seputar peristiwa sama di dunia. Dimana seorang artis papan atas pun tak elak dari kematian yang tak lazim ini. Hingga sampai ke telinga, seorang ibu mengakhiri hidupnya karena persoalan ekonomi yang melilit kehidupannya. Belum lagi persoalan kasmaran menyeret insan manusia menuju tiang gantungan diri sendiri.
Bukan hanya gantung diri cara satu-satunya, mengkonsumsi obat-obatan dosis tinggi, memotong nadi, menembak kepala sendiri, berjalan di antara rel kereta saat kereta sedang melaju. Menembus tubuh dengan senjata tajam dan lain sebagainya. 
Perlu kita perhatikan modus di balik peristiwa bunuh diri ini. Menurut Menko Kesra Agung Laksono prihatin atas tindakan bunuh diri yang marak di Jakarta. Menurutnya bunuh diri yang banyak terjadi akhir-akhir ini bukan semata karena tekanan ekonomi, tetapi karena depresi.
Dia menjelaskan, upaya-upaya pencegahan perlu dilakukan karena para ahli menyatakan, sebanyak 80-90 persen kasus tersebut sebenarnya dapat dicegah.  Hanya 20 persen yang tidak dapat dicegah karena ada gangguan kejiwaan akut dan kuatnya keinginan bunuh diri.  
Persoalan kecil bagi kita seperti putus cinta, mungkin besar bagi orang yang menghadapinya. Namun, dukungan dari kawan-kawan dan orang dekat memberi kekuatan bagi pelaku. Hal ini sulit  dicegah manakala pelaku cenderung berkeinginan kuat menghabisi dirinya.
Jika di atas Agung Laksono mengatakan tindakan bunuh diri ini tidak didominasi tekanan ekonomi, maka depresi sebab tidak dapat menerima kenyataan hidup adalah alasan tepat mengapa orang memilih jalan ini. Sayang sungguh sayang, namun semua telah terjadi. Api yang disulut tidak dapat dipadamkan, nasi telah menjadi bubur, tidak dapat kembali seperti sediakala. Hanya tersisa kisah yang tinggal di benak menjadi pelajaran tidak perlu diulangi lagi bagi masyarakat.
Tidak seorangpun dapat menolong kita, maka berimanlah, maafkanlah-maafkan diri sendiri-, berinfak, shalat akan memberi ketenangan, berzikir, mulai sekarang cintailah orang lain, berhentilah marah, berakhlaklah. Dengan begitu, tidak melakukan apapun Tuhan akan membukakan pintu-pintu kebaikan bagi kita. Allah lah tempat berlindung, Allah lah tempat berkeluh kesah, Allah lah tempat kembali.