Open My Head

Kamis, 02 Agustus 2012

PETUNJUK UNTUK SEGERA BERTAUBAT

“Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan memohon ampunan kedapa Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata,”(QS. Al-Kahf : 55).
Ayat di atas sesungguhnya menegur dengan kehalusan dan kelembutan bahasa Illahi yang menerangkan pesan Tuhan untuk segera bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya. Tentu taubat yang dimaksud bukanlah atas dosa besar ketika ia membunuh, memperkosa, merampok, mencuri, berzina, berjudi dan mabuk-mabukan. Sebab hanya dosa ini yang terpatri dalam pikiran kita sebagai dosa besar.
Padahal meninggalkan shalat, mencela sahabat yang  mengerjakan amalan soleh, menyatakan ah kepada orang tua dan mengambil hak orang lain adalah termasuk golongan perbuatan maksiat. Karena maksiat itu adalah apa-apa yang dilarang dan harus segera ditinggalkan karena Allah SWT. Oleh sebab itu, jangan hanya membatasi maksiat pada unsur perbuatan kekejaman yang bertentangan dengan norma-norma publik saja.
Tanpa kita sadari banyak hal-hal lain yang justru lebih merugikan orang lain dan secara berkesinambungan menyebabkan kerusakan tatanan kehidupan. Justru hal-hal kecil yang terus menerus dilakukan hingga menjadi akar penyakit yang berkembang di masyarakat.
Kita sebut saja antri di tempat-tempat umum seperti saat pembayaran tariff listrik, antri di balai pengobatan, pembayaran di kantor perpajakan, menabung di Bank dan sebagainya. Tertib antri di sarana publik tidak akan ada orang yang memperhatikan apalagi memberi penghargaan. Namun, hal ini pula yang menjadi budaya menghargai kepentingan orang lain. Bukan malah mengutamakan kepentingan sendiri.
Apa dampak buruknya? Akibat dari mencuri kesempatan orang lain, seperti saat ini kita dihadapkan pada problema bangsa yaitu kemacetan lalu lintas. Mengatasi problem ini pemerintah berupaya melakukan pelebaran jalan dan membangun jalan baru. Namun apa yang diharapkan tidaklah sesuai dengan keinginan. Tetap saja solusi kemacetan menjadi impian belaka.
Selain volume transportasi semakin meningkat, polusi semakin pekat dan kemacetanpun semakin parah. Sebagai bukti, kemacetan khusus wilayah Ibu Kota Negara kita. Dampak kemacetan memang dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat terutama yang tinggal daerah perkotaan hampir di seluruh Indonesia.
Penyebabnya adalah ketidakpedulian terhadap kepentingan orang lain, selalu mendahulukan diri sendiri. Hal ini berawal seperti yang dikatakan sebelumnya. Berawal dari kesadaran dan kesabaran tertib antri di segala sarana publik.
Ketidakpedulian ini mengingatkan kita akan ilustrasi berikut. Kisah seekor tikus dan empat sahabatnya. Suatu hari tikus melihat pemilik rumah membeli perangkap tikus yang baru. Tikuspun gundah dan menceritakan kepada sahabat-sahabatnya.
Datanglah tikus pada ayam dan menceritakan kegundahannya, tapi ayam malah tertawa dan berkata, malang benar nasibmu, perangkap tikus tidak akan membahayakanku. Mendengar hai itu, tikus kecewa sekali. Kemudian pergilah ia menemui ular dan menceritakan hal yang sama. Ular malah bersikap sama seperti ayam. Ular berkata sahabatku yang malang, itu tidak akan menbunuhku.
Tak patah arang, tikuspun menemui kedua sahabatnya, kambing dan sapi. Tidak jauh dari sikap ayam dan ular, ketidakpedulian sahabatnya sangat disesalkannya. Kini tikus merasa harus menghadapi persoalan ini sendirian.
Singkat cerita, suatu hari ular tanpa sengaja terperangkap dalam rumah tadi. Ular bingung menemukan jalan keluar. Kepanikannya menyebabkan ekornya menyentuh perangkap tikus itu. Karena kesakitan ular mengeluarkan suara berisik, sehingga diketahui keberadaan ular oleh istri pemilik rumah.
Melihat ada seekor ular dalam rumahnya, sang istripun mengambil sebilah kayu dan memukul ular. Namun sayang, ular sempat mematuk kakinya. Alhasil istri pemilik rumah harus dilarikan ke rumah sakit. Ular yang tadi terkena pukulan kayu menjadi lemah dan mati.
Tak terselamatkan nyawa sang istri, ia pun meninggal. Upacara pemakaman disiapkan, ayam terpaksa dipotong untuk makan para sanak keluarga. Tidak cukup hanya ayam, kambing pun jadi santapan handai tolan yang berdatangan ke rumah tersebut. Beberapa hari kemudian nasib sapi berakhir dalam kuali dalam upacara mendoakan istri pemilik rumah. Tikus hanya dapat bersedih dan menyesali peristiwa itu dari kejauhan.
Hal kecil yang tidak pernah terpikirkan oleh kita dapat menjadi dampak yang sangat besar dan susah sekali diperbaiki. Ilustrasi tadi dapat kita seimbangkan dengan sikap kita dalam kehidupan berdampingan dengan orang lain. Seberapa besar kepedulian kita untuk tidak berlomba-lomba melintasi lalu lintas? Seberapa seringnya kita tidak mematuhi peraturan lalu lintas?
Seperti yang diperingatkan tikus pada ilustrasi di atas. Demikian halnya selogan-selogan dan imbauan agar mentaati peraturan lalu lintas. Penyakit yang mendarah daging menjadi ciri bangsa ini, padahal sebenarnya kita sadar, perilaku menyimpang sangat merugikan banyak pihak.
Apakah ini tidak termasuk dalam kesombongan? Manakala peraturan telah ditegakkan, dikarenakan kesombongan, sehingga menyebabkan kerusakan di muka bumi. Maka dari itu, kita patut kawatir apakah kita  termasuk golongan orang zalim itu? Kalau demikian kita perlu menginstrospeksi diri dan berubah dari sekarang untuk mewujudkan peradaban manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian berdasarkan akhlakul karimah.* 

MENAHAN MARAH KUNCI SEGALA KEBAIKAN


Dari Abu Hurairah menceritakan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah untuk meminta nasihat beliau. Orang itu berkata, "berilah wasiat (nasihat) kepadaku...". Rasul bersabda, "janganlah engkau marah...!". Kemudian orang itu mengulang berkali-kali permintaan nasihatnya kepada Nabi, maka Nabi pun mengulangi jawabannya, "janganlah engkau marah" (HR. Bukhary: 5765)
Rasulullah memberi nasihat yang ringkas namun mencakup semua sifat baik, yaitu nasihat agar selalu menahan kemarahan. Orang yang bertanya kepada Nabi itu mengulang permintaannya berkali-kali dan Nabi memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukan bahwa melampiaskan kemarahan adalah sumber segala keburukan dan menahannya merupakan penghimpun segala kebaikan [1]
 Imam Ja'far bin Muhammad mengatakan: "kemarahan adalah pembuka segala keburukan"
imam Abdullah bin Al-Mubarak Al-Marwazy, ketika ada yang meminta kepada beliau, "sampaikanlah (nasihat) kepada kami yang menghimpun semua akhlak yang baik dalam satu kalimat". Beliau berkata, "tinggalkanlah amarah".
 Demikian pula Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ishaq bin Ruhuyah ketika menjelaskan makna akhlak yang baik, mereka mengatakan, "(yakni) meninggalkan kemarahan" [2]
Jadi perintah Rasulullah dalam hadits di atas, "janganlah engkau marah" berarti perintah melakukan sebab (perantara) yang akan melahirkan akhlak yang baik, yaitu sifat yang lemah lembut, dermawan, malu, tawaduk, sabar, tidak menyakiti orang lain, pemaaf, ramah dan sifat-sifat yang baik lainnya berusaha menahan emosinya pada saat ada faktor-faktor yang memancing kemaran. [3]
Menahan amarah dan sifat pemaaf merupakan karakteristik ahlussunnah, pada dasarnya amarah ditiupkan oleh setan pada hati manusia maka amarah tidak akan membawa apa-apa melainkan kerusakan.
Seorang tidak akan mampu menahan amarah tanpa memiliki sifat pemaaf, sifat pemaaf merupakan keagungan pada setiap pribadi manusia. Inilah nasihat yang agung dan luhur dari Rasulullah bagi ummatnya agar menahan amarah jangan mudah marah karena marah sumber kerusakan, merusak akal, jiwa, harta dan hati. Ini juga merupakan bentuk kasih sayang dari Rasulullah kepada ummatnya agar tidak terjerumus kepada kerusakan maka beliau mencegah apa yang dapat membawa pada kerusakan.
 Tatkala diri dan hati tersakiti, difitnah dan dibenci janganlah sekali-kali kita membawanya pada dendam, karena dendam hanyalah membuat kita semakin terluka dan menambah rasa sakit. Akan tetapi dengan memaafkan akan membuat kita mendapat kemulian dengan membawanya pada keikhlasan sehingga semua luka akan sembuh total. Ikhlas adalah penawar hati yang terluka.
Dalam sebuah kesempatan Forum Cofee Morning yang rutin dilangsungkan di Panca Budi, Muhammad Isa Indrawan SE, Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi melalui sebuah buku mengatakan, Apakah anda pernah disakiti orang? Apakah anda sakit hati? Maafkanlah maka semua membawa anda kepada kerendahan hati dan itu sangat bermanfaat bagi anda.
Dari Aisyah ra, "Rasulullah tidak pernah marah karena diri pribadi beliau, kecuali jika batasan syari'at Allai dilanggar, maka beliau marah dengan pelanggaran tersebut karena Allah" (HR. Bukhary: 3367)
Beberapa dalil di atas dan sumber yang ada membuka pikiran kita untuk senantiasa menghindari marah. Ketika luapan emosi menenggelamkan kita, lakukan beberapa hal. Duduklah, jika masih marah berbaringlah, jika belum reda amarah itu berwudulah, bisa pula diteruskan dengan salat sunat dua rakaat.
 [1] keterangan imam Ibnu Rajab dalam kitab Jami'ul 'Ulumi wal Hikam, hlm. 144
[2] semua ucapan di atas dinukil oleh Imam Ibnu Rajab dalam Jami'ul 'Ulumi wal Hikam, hlm. 145
[3] idem[4] Syarah dari Omar Ibrahim al-Imanulmuslim