Open My Head

Kamis, 01 Desember 2011

Apa sih Akhlak Itu?

Dalam suatu forum diskusi, seorang fasilitator bertanya kepada para peserta. Apakah akhlakul karimah? Seorang peserta menjawab akhlak itu ya berbuat kebaikan. Peserta lain menimpali kebaikan kepada sesama. Fasilitator bertanya lagi bagaimana orang berakhlak itu? Peserta diam. Apalagi ketika ditanyakan, Bagaimana ciri-ciri orang berakhlak itu? Apakah berjanggut, berjubah, berbadan tinggi besar, berwajah ganteng, suka berdakwah, fasih berbahasa arab, mampu menerjemahkan Alquran, kemana-mana membawa tasbih? 
Apakah demikian ciri-ciri orang berakhlak itu? Bagaimana ciri orang berakhlak di pasar? Bagaimana ciri orang berakhlak di kantoran/perusahaan? Bagaimana ciri orang berakhlak di rapat paripurna? Bagaimana ciri orang berakhlak di masjid-masjid? Bagaimana ciri orang berakhlak dalam rumah tangga? 
Sepertinya penting sekali.. benar! Ini penting sekali. Ketika definisi dan contoh orang berakhlak tidak kita ketahui dikhawatirkan kita tidak mencerminkannya. Perilaku orang berakhlak itu, di pasar dia memungut sampah dan tidak membuang sampah sembarangan, senyum ramah. Di kantoran tidak membicarakan orang lain, tidak memarahi bawahan, tepat waktu, tidak memotong pembicaraan, tidak mengkritik. Di rumah tidak marah dengan anak, tidak mematahkan semangat anak dsb.
Banyak sekali contoh orang berakhlak yang terlupakan. Ironisnya, pernah ada pernyataan, Islam itu ada di Indonesia sementara akhlaknya ada di barat. Ini mengartikan bahwa Indonesia memang negara Islam namun pelaksananya adalah orang barat yang non-muslim di sana. Sungguh sangat disayangkan sekali ketika dikatakan ini orang Islam marah tidak terima. 
Ketika dikatakan tidak berakhlak orang akan marah siapapun. Namun apabila ditanya apakah anda menghormati tetangga anda? ya, hanya ketika lebaran saja. Apakah anda tepat waktu setiap berjanji? ya, lebih sering terlambat. Manakah yang anda lakukan tegas atau marah pada anak anda? Dan seterusnya-seterusnya.
Maka dari ini marilah kita benar-benar mengkoreksi diri bukan menunjuk-nunjuk orang lain tidak berakhlak.

Murah Hati Untuk Si Miskin

Seorang teman memposting buah karyanya, ...dari empat hal kebaikan, muncul darinya 4 hal yang lebih baik, salah satu pointnya adalah murah hati bagi orang kaya adalah baik, namun bagi orang miskin tentu lebih baik. Kutipan ini bersumber dari seorang filsuf. 
Ini menunjukkan dalam keadaan sempit sekalipun tidak menutup kemungkinan untuk berikfaq. Infaq selalu dihubungkan dengan memberi sejumlah uang, benda berharga (tanah, bangunan, pakaian dll), makanan dan sebagainya. Padahal ada ayat mengatakan berwajah manis pada saudaranya sesama manusia sudah termasuk berbuat kebajikan. Demikian itu tidaklah dapat disepelekan, tersenyum kepada orang lain adalah hal yang memberi kebaikan dan menghindari celaka. 
Misalkan ketika mengendarai sepeda motor, tanpa sengaja kita berjalan memotong pengendara sepeda motor lain. Kemudian secepat kilat dia menyusul kita dan memaki-maki sambil tetap berjalan. Jika kita berikan senyuman dan meminta maaf kepadanya apa mungkin dia terus mengotot mengajak konflik dengan kita? 
Kemungkinan dia akan melemah dan membiarkan kita lewat dengan aman. Hanya karena emosi sesaat orang dapat meledak-ledak mencurahkan kemarahannya.Oleh sebab itu, berwajah manis memberi manfaat yang luar biasa.
Murah hati tampaknya merupakan kewajiban siapa saja tidak hanya orang kaya, namun orang miskin pun mesti murah hati. Ungkapan seorang tokoh yang sudah lupa namanya, tidak ada orang yang terlalu miskin sehingga tidak mampu tersenyum bagi saudaranya. Ungkapan penyejuk ini dalam makna lain, senyum adalah ibadah. 
Jika tidak punya uang sepeserpun untuk diberikan, ucapan manis pun, wajah manis, atau bantuan tenaga sudah sangat membantu orang lain memenuhi kebutuhannya. Bertegur sapa dengan orang lain ketika berpapasan,lebih dahulu menyapa lebih baik daripada ditegur, tetapi daripada tidak menyapa tentulah ini lebih baik.
Oleh sebab itu, ini penting sekali dipahami, orang miskin namun berpikiran kaya/derma lebih baik daripada kaya namun berpikiran miskin/pelit. Sebab kebaikan akan berbalas kebaikan berlipat. Sehingga tidak ada orang berinfaq yang miskin. Harta yang diinfaqkan akan bertambah-tambah sepuluh hingga 72 kali lipat. Sebab Allah tidak mau berhutang pada makhluknya.